logo
Pembagian Harta Bersama atau Harta GonoGini
Pembagian Harta Bersama atau Harta Gono-Gini
Perkawinan dan Perceraian
Perceraian sebuah pasangan suami-istri biasanya terkait erat dengan hal-hal lain. Selain perolehan hak asuh anak jatuh ke tangan siapa, yang tak kalah penting adalah terkait pembagian harta bersama yang lazim juga disebut dengan harta gono-gini. Menurut Pasal 35 Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan (UU Perkawinan) pembagian harta dalam perkawinan menjadi tiga macam, diantaranya:

  1. Harta Bawaan, yaitu harta yang diperoleh suami atau istri dari sebelum perkawinan. Masing-masing mempunyai hak sepenuhnya untuk melakukan perbuatan hukum mengenai harta benda bawaannya.

  2. Harta Masing-Masing Suami Atau Istri Yang Diperoleh Melalui Warisan Atau Hadiah Dalam Perkawinan, yaitu Hak terhadap harta benda ini sepenuhnya ada pada masing-masing suami atau istri.

  3. Harta Bersama Atau Gono-gini, yaitu harta yang diperoleh selama perkawinan.

Kali ini kami akan menguraikan beberapa hal terkait pembagian harta bersama atau Gono-gini. Pengetahuan ini penting agar harta bersama yang sangat berharga dan bersejarah yang sangat penting untuk kelanjutan hidup diri sendiri dan keluarga pasca perceraian tidak jatuh pada tangan orang lain, seperti kepada seseorang yang lain oleh tindakan mantan pasangan. Langkah hukum cepat lain sangat penting dilakukan guna menghindari peralihan-peralihan ke tangan pihak ketiga yang dapat menelan biaya, waktu, dan tenaga yang panjang dan melelahkan. Dan karena kurang sigap, sangat mungkin harta bersama tertentu tidak lagi dapat dipulihkan.

Apa itu Harta Bersama atau Gono – Gini?
Harta Bersama atau Gono-gini merupakan harta bersama dengan mantan pasangan perkawinan yang diperoleh selama perkawinan berlangsung. Kecuali ditentukan lain dalam bentuk perjanjian sebelum pernikahan yakni perjanjian pranikah (prenuptial agreement), penghasilan masing-masing (suami dan istri) disatukan sebagai satu dan merupakan milik bersama. Dalam hal ini bahkan, meskipun hanya salah seorang dari pasangan yang bekerja untuk menghasilkan harta, hasil usaha atau pekerjaan tersebut juga merupakan harta bersama.

Landasan Hukum Harta Bersama atau Gono-gini
Seluk beluk Harta Bersama diatur sistematis dalam aturan hukum dan perundang-undangan. Undang-undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Di dalam Kitab Undang-Undang Perdata (KUHPer) dinyatakan bahwa percampuran harta diantara suami dan istri mulai terjadi sejak pernikahan terjadi. Akibatnya, harta suami dan istri tersebut menyatu dan dikenal sebagai harta bersama di mata hukum. Menurut KUHPer ini, ketika pasangan suami istri dinyatakan bercerai oleh pengadilan, maka harta mereka harus dibagi sama rata, baik bagi suami maupun istri. Harta yang dimaksudkan dalam hal ini antara lain semua keuntungan maupun kerugian yang sudah didapatkan dari usaha yang dimiliki pasangan suami istri tersebut selama mereka masih memiliki status menikah. Sekali lagi, semua harta yang dimiliki oleh suami maupun istri sejak pernikahan terjadi termasuk di dalam harta bersama.

Untuk diketahui, setelah Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan mulai diberlakukan, ada sedikit perubahan pengaturan terkait harta bersama. Harta bersama dalam UU tentang Perkawinan Pasal 35 ayat (1) dan ayat (2) dijelaskan harta mana saja yang termasuk di dalam harta bersama. Bila Kitab Undang-Undang Perdata menyatakan bahwa semua harta yang dimiliki oleh suami dan istri termasuk di dalam harta bersama, UU Perkawinan menyatakan bahwa yang termasuk di dalam harta bersama hanyalah harta yang didapatkan selama pernikahan. Artinya, hanya harta yang didapatkan ketika pasangan suami istri masih dalam status menikah saja yang akan dibagi ketika terjadi perceraian. Sedangkan harta yang dimiliki oleh masing-masing suami dan istri yang merupakan harta bawaan atau warisan masih menjadi miliki masing-masing. Dalam hal itu, dalam hukum berlaku asas Lex specialis derogat legi generali yakni hukum yang bersifat khusus (lex specialis) mengesampingkan hukum yang bersifat umum (lex generalis). Yang artinya, UU Perkawinan dapat mengesampingkan LUHPer sepanjang tidak diatur lain oleh aturan perundang-undangan yang berkaitan.

Pembagian Harta Bersama
Dalam Pasal 37 UU Perkawinan terkait Pembagian Harta Bersama setelah perceraian disebutkan bahwa konsekuensi dari perceraian adalah pembagian harta bersama yang harus diatur menurut hukumnya masing-masing. Artinya, pasangan suami dan istri yang bercerai harus melakukan pembagian harta bersama sesuai dengan hukum masing-masing.

Hukum masing-masing yang dimaksudkan dalam UU Perkawinan ialah beberapa hukum yang dapat diterapkan, misalnya hukum agama, hukum adat, dan hukum-hukum lain yang berlaku bagi kedua pasangan tersebut. Maka dari itu, perceraian dan model pembagian harta bersama diserahkan kepada pihak-pihak yang terlibat di dalam perceraian tersebut. Dalam hal proses pembagian harta bersama (gono – gini) diserahkan kepada pihak suami dan istri, maka pembagian harta bersama dari tiap pasangan yang bercerai bisa berbeda-beda. Hal tersebut sah dilakukan sepanjang menemukan kata sepakat.

Sebagai contoh, pada orang yang beragama Islam, pembagian harta bersama diatur dalam Kompilasi Hukum Islam Pasal 97 yang menyatakan bahwa janda atau duda yang bercerai memiliki hak untuk mendapatkan seperdua dari harta bersama. Pada agama Katolik yang tidak mengenal perceraian, urusan mengenai pembagian harta bersama dapat dilakukan melalui proses perdata walaupun perceraian mereka dianggap tidak sah.

Tetapi apabila pada akhirnya tidak ditemukan kesepakatan di antara kedua belah pihak, baik suami maupun istri, maka pengadilan akan menerapkan hukum positif negara yakni sebagaimana menurut KUHPer dan UU Perkawinan berikut aturan turunannya.

Penting diketahui, meskipun pada prinsipnya harta bersama dibagi dua, tetapi hakim di pengadilan dapat memutus berbeda sepanjang dapat diyakinkan. Hakim misalnya akan memperhatikan alasan-alasan perceraian demi keadilan pasangan yang paling dirugikan, siapa yang lebih berperan dalam menghasilkan pendapatan rumah tangga, dan lain-lain.

Kami ProVeritas Lawyers memiliki wawasan dan strategi yang mumpuni dalam hal ini. Pembagian harta bersama yang adil yakni keputusan yang berpihak kepada korban ketidakadilan dari pasangan sangat penting diperjuangkan.

Dasar Hukum:

  1. Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

  2. Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan

  3. Kompilasi Hukum Islam



Bila Anda ingin konsultasi dan atau membutuhkan penanganan kasus hukum terkait dan kasus hukum lainnya,
silahkan hubungi kami: ProVeritas Lawyers
Read More
Proveritas Lawyers Untuk Warga Miskin dan Korban Ketidakadilan
Proveritas Lawyers Untuk Warga Miskin dan Korban Ketidakadilan
Di Negara Hukum, Keadilan Itu Harusnya Adalah Keniscayaan
Wibawa hukum di sebuah negara sering terpuruk hingga tapal batas terendah karena ulah dan perilaku aparat / penegak hukum itu sendiri. Yang dimaksud dengan aparat / penegak hukum di Indonesia termasuk hakim, jaksa, advokat, dan polisi. Perselingkuhan para aparat hukum, mafia hukum dan peradilan, rendahnya mutu moral penegak hukum, dan lain-lain adalah faktor-faktor yang tidak lagi rahasia. Hal itu diperbincangkan dimana-mana dan malah santer terdengar dan terbaca di ruang-ruang publik. Di samping itu, mencari keadilan kadang seperti mencari jarum di tumpukan jerami, dan hukum hanya berpihak kepada orang yang sanggup membayar juga ungkapan-ungkapan kekecewaan dan kepedihan lain masyarakat yang berbasis fakta. Pesimisme sosial semacam ini terjadi tidak lain tidak bukan karena mutu buruk penegak hukum itu sendiri.

Hukum pada hakekatnya adalah alat keadilan dan kesejajaran hidup. Dengan hukum, orang lemah sejajar dengan orang kuat, yang kaya dan miskin diperlakukan sama, yang buta huruf dan berpendidikan tinggi sama-sama menunaikan hak dan kewajiban, dan lain-lain. Sebaliknya adalah malapetaka bangsa dan kemanusiaan bila hukum justeru mempermudah urusan orang kaya tetapi menelantarkan orang miskin, mengedepankan perlindungan bagi warga yang kuat lalu mengorbankan hak-hak warga yang lemah, serta memprioritaskan warga berpendidikan dan membodoh-bodohi warga buta aksara. Hukum pada pokoknya memfungsikan setiap pihak pada kapasitasnya yakni penegak hukum sungguh-sungguh menegakkan hukum dan keadilan, dan warga hukum tanpa memandang perbedaan dipaksa tunduk kepada kewajiban-kewajiban hukum.

Hukum seharusnya tidak identik dengan biaya tinggi, popularitas, dan kekayaan. Dalam memilih dan menggunakan jasa hukum seorang advokat, misalnya. Semakin nyaring terdengar bahwa ada harga ada kualitas. Kualitas dalam urusan hukum misalnya dikerdilkan seperti merujuk kepada advokat tertentu. Dengan advokat A misalnya, klien kerap lolos dari jeratan hukum, serba menang dalam perkara di pengadilan, dan semua urusan cepat selesai karena jaringan relasi yang berlapis-lapis oleh kesaktian sogok-menyogok. Kualitas dimaksud telah direduksi sedemikian rupa mengabdi kepada kapitalisme pasar yakni kepraktisan dan kesenangan lalu menyingkirkan kelaziman moral dan etik.

Para advokat di ProVeritas Lawyers telah membuktikan kesalahan stigma keliru dimaksud. Berkat pengetahuan dan pengalaman, kami menggunakan pendekatan dan strategi penanganan kasus yang efektif mendobrak kultur buruk di lembaga-lembaga hukum tertentu demi meraih keadilan sejati bagi klien.

ProVeritas Lawyers mengusung nilai moralitas bahwa keadilan sejatinya adalah hak yang melekat dalam hidup setiap orang. Advokat dituntut berkarya profesional, berjuang dengan kesatria, dan berdedikasi demi nilai dan kemanusiaan.

Tim kami merupakan gabungan ahli-ahli dan akademisi hukum yang terseleksi oleh dasar kompetensi dan integritas yang teruji. Kualifikasi pakar pada bidang-bidang spesifik hukum dan bisnis disertai jejak rekam dan reputasi yang baik adalah prasyarat mutlak setiap anggota tim.

Kehandalan dan keunggulan ilmu, pengetahuan, wawasan, dan pengalaman kami terkait hukum dan bisnis, baik dalam skala lokal dan global menjadi alasan rasional Klien memilih kami selama ini. Berani dan jujur namun tampil bersahaja dan rendah hati merupakan tren, corak, dan ciri yang kami pelihara dan budayakan.

Sebagai pelayan hukum, tugas dan fungsi esensil kami begitu strategis dan mendasar untuk klien dan masyarakat. Untuk itu kami telah memastikan siap hadir melayani kebutuhan layanan hukum kepada semua pihak dengan senantiasa memutakhirkan keahlian guna memenuhi standar profesionalisme.

Sebagai advokat, kami mengemban tugas moral kemanusiaan bahwa keadilan harus melekat bagi setiap warga negara. Dengan karya dan karsa, kami berkewajiban menjaga nama baik dan citra advokat sebagai profesi mulia dan bermartabat (officium nobile). Berbagai ketimpangan dan ketidakadilan di masyarakat adalah keadaan dan kenyataan yang menggugat eksistensi kami sebagai advokat untuk memaknai kembali profesi kami yang tersumpah.

Berkat komitmen dan kerja keras kami menuju yang terbaik, kami layak mengundang Saudara/i untuk sama-sama dengan kami berjuang memulihkan hak-hak hukum setiap orang dan menuntut pihak lain menunaikan kewajibannya yang seharusnya.

Kami telah membuktikan bahwa keadilan tidak identik dengan kekuasaan dan kemampuan ekonomi.

Mari menggunakan hukum sebagai instrumen meraih keadilan untuk bahagia...

Salam ProVeritas Lawyers...
Read More
Pemilik Lahan Terganggu dan Diperas oleh Sekelompok Warga
Pemilik Lahan Terganggu dan Diperas oleh Sekelompok Warga
Pidana Pemerasan dan Penyerobotan Lahan Tanah
Sudah lama praktik premanisme terjadi di sekitar kita. Seseorang atau sekelompok orang kerap meminta uang dari kita seolah itu kewajiban. Hal itu terjadi di lingkungan kerja, rumah atau perumahan, dan di tempat-tempat lain.

Sesungguhnya praktik semacam ini merupakan tindakan pemerasan yang tidak disadari. Kita sebagai warga, pendatang baru, atau orang yang menomor satukan kenyamanan terbiasa memenuhinya saja agar terhindar dari kerugian atau ketidaknyaman. Hal itu marak terjadi namun belum terlihat tindakan yang tuntas instansi terkait untuk menertibkan praktik premanisme yang terabaikan ini. Padahal Pasal 368 KUHP ayat (1) berbunyi:
“Barang siapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seorang dengan kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau supaya membuat hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena pemerasan dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.”

Di tempat lain baru-baru ini terdapat sebuah kasus yang lebih besar dimana seorang pemilik sebidang tanah yang sah malah diusir oleh sekelompok orang. Tanah tersebut selama ini telah dijadikan tempat bermain anak-anak dan lahan parkir yang mendatangkan penghasilan kelompok orang tersebut selama ini tanpa seijin pemilik. Masalah sempat semakin rumit karena warga setempat ikut ambil bagian di pihak kelompok orang dimaksud. Maklum sekelompok orang itu diketahui kemudian adalah warga masyarakat setempat.

Sesungguhnya kejadian semacam ini tidak boleh dibiarkan dan ditolerir atas nama apapun, termasuk atas nama kemiskinan. Dengan kata lain, kemiskinan tidak serta merta menjadikan seseorang itu kebal hukum. Sebab hukum berlaku bagi semua orang bahwa seseorang atau sekelompok orang tak berhak memaksakan kehendaknya menempati, menguasai dan mengambil manfaat ekonomi dari lahan yang bukan miliknya atau tanpa seijin pemilik. Sebab hukum tegas melarang tindak pidana seperti ini sebagai delik penyerobotan lahan dengan sanksi pidana penjara selama empat tahun (Pasal 385 KUHP).

Beberapa praktik penyerobotan tanah dimaksud yang memenuhi unsur penyerobotan menurut Pasal 385 KUHP antara lain:
mencuri, merampas, menduduki atau menempati tanah atau rumah secara fisik yang merupakan milik sah orang lain, mengklaim hak milik secara diam-diam, melakukan pematokan atau pemagaran secara ilegal, melakukan penggarapan tanah, melakukan penjualan suatu hak atas tanah, dan menggusur atau mengusir secara paksa pemilik tanah sebenarnya.

Praktik atau peristiwa semacam ini marak terjadi. Banyak orang tidak menyadari bahwa dianya telah menjadi korban ketidakadilan dan korban premanisme. Dan tak jarang pemilik tanah diperas dengan dasar ganti rugi atau kerohiman. Dan peristiwa semakin merajalela karena pemilik tanah sering memilih tidak mau repot dengan urusan-urusan seperti ini lalu menyanggupi permintaan (pemerasan) sekelompok orang demi kelancaran dan berbagai pertimbangan keamanan dan kenyamanan lainnya. Tindakan pemilik lahan tanah tersebut sesunguhnya tidaklah tepat. Dia tanpa menyadari telah ikut menyuburkan kejahatan terjadi sehingga praktik semacam akan berlangsung terus-menerus.

Bila ada pihak-pihak yang mengalami hal-hal tersebut diatas, silahkan konsultasi dengan kami. Anda dan setiap warga negara berhak merasa aman dan nyaman karena dilindungi hukum dari perbuatan premanisme semacam ini.

Dan secara moral, Anda juga berkewajiban dan bertanggungjawab untuk menertibkan praktik semacam ini dengan menggunakan kekuatan hukum di garda terdepan. Sebab kebobrokan berlangsung terus-menerus ketika warga mendiamkan praktik tersebut terjadi.

Dasar Hukum:

  • Kitab Undang-Undang Hukum Perdata;

  • Kitab Undang-Undang Hukum Pidana;

  • Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 51 Tahun 1960 (Perpu 51/1960) tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin yang Berhak atau Kuasanya

Bila Anda ingin konsultasi tentang kasus terkait, dan atau membutuhkan penanganan kasus hukumnya dan kasus hukum lain,
Hubungi kami: ProVeritas Lawyers

Read More
Logo Header  Header Kanan  Footer

ALAMAT KAMI

ProVeritas Lawyers
Independent | Integrity | Justice

Jakarta

Gedung Graha Krama Yudha Lantai 4 Unit B
Jl. Warung Jati Barat No 43 Jakarta 12760
Telp. 021 – 794 5301

Medan
Gedung Forum Nine Lantai 9
Jl. Imam Bonjol No. 9, Medan
Switch to Desktop Version
© 2019 Proveritas, All Rights Reserved,
Powered by IKTLink Mobile